IT'S ME

My photo
Simple. Follow my twitter @sherlockiazi Sankyou ^^v

Saturday, November 8, 2014

Sumpah Pemuda. Sudah Cukupkah?

            Memiliki teman-teman seperti mereka membuatku senang, mengapa? Karna mereka memiliki cita-citanya sendiri, mereka juga percaya akan mimpi-mimpi itu, yah sepenggal kata-kata dari sebuah novel yang kami baca membuat kami percaya bahwa setiap orang memiliki mimpi. “Percayalah pada mimpimu, maka Tuhan akan memeluk mimpi itu”. 
Dennis contohnya, sejak duduk dibangku sekolah dasar. Sudah beberapa kali mengikuti kejuaraan sepakbola dan dia selalu menjadi pemain terbaik dalam kejuaraan tersebut. Sampai saat ini duduk di kelas sebelas SMA pun memimpin klub sepakbola di sekolah kami. Kepiawaiannya memainkan bola di lapangan sudah ada sejak dia dalam kandungan, katanya, aneh? Kurasa tidak, itu salah satu cara Dennis memotivasi dirinya sendiri. Ada juga sepatu hitamnya yang diberi nama Shadow Launcher, itu juga bagian dari motivasi dirinya.
Satu Tanah Air. Satu Bangsa. Satu Bahasa… Indonesia. Minggu lalu kita sudah melewati hari sumpah pemuda. Dimana para pemuda kebanggaan negeri ini mengucapkan satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Sebuah ikrar yang dianggap kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya Negara ini, IN-DO-NE-SIA. Hari ini tidak ada yang begitu special selain upacara bendera. Mengapa harus upacara bendera setiap hari raya kebangsaan di negeri ini? Apa itu akan berpengaruh pada jiwa kita untuk lebih menghargai para pahlawan sedangkan siswa/siswi hanya mengeluhkan kegiatan ini kepada guru-guru mereka, atau bahkan kepada Sang Pencipta, “Aduh panas banget sih!”, “Udah upacara, berdiri pake panas segala lagi.”, itulah yang aku dengar saat berdiri di lapangan balaikota. Benar saja. Upacara tidaklah cukup.
Dennis masih di ruang sepakbola, Yuki dan Eca pulang duluan untuk mengerjakan tugas. Alhasil aku pulang sendiri saja. Aku berjalan menuju rumah dan tidak lupa menggunakan headphone. Ini sudah menjadi kebiasaanku. Terkadang aku membutuhkan ini untuk menikmati dunia ku sendiri, tanpa ada orang lain. Mendengarkan alunan musik yang sangat asik, tak peduli itu Pop, Rock, R & B, Dangdut, dalam kamusku hanya ada dua tipe lagu, asik dan tidak asik. Cuaca siang itu sangat panas hanya beberapa menit berjalan sudah membuatku berkeringat. Aku pun membeli minum dan duduk sejenak di sebuah warung. Menikmati panasnya siang hari dan bisikan alam yang telah berubah. Sedang asiknya aku memainkan hape tiba-tiba terdengar suara orang berlari ke arahku.
“Woyyy, jangan lari lu! Wooyy…” Terdengar teriakan kencang dari belakangku dan dua orang berlari tak karuan. Dibelakangnya ada lima orang lain yang mengejar mereka, sepertinya mereka beda sekolah. Salah satu anak jatuh tepat di depan kelompok lain yang mengejarnya.
“Anak mana lu? Pasti anak SMA ****** kan?!”, kata salah satu orang yang mengejarnya. Meski aku tau sekolahnya dari bahu mereka, tapi aku tidak mau mencoreng sekolah mereka dalam tulisanku ini.
“Iya, tapi gue sama temen-teme…..”, belum selesai anak itu menjelaskan kelompok lain sudah ingin menghajarnya. Aku berlari menghampiri mereka dan mencari posisi yang enak untuk menghalau mereka agar tidak bentrok. Tak sempat mereka mendekat aku sudah berada di hadapan mereka berlima.
“Siapa lu? Temennya juga?”, Tanya salah satu dari mereka dengan wajah sok jagoan.
“Ha? Bukan”, jawabku sedikit tidak terdengar suara dia.
“Udahlah hajar aja, biar kapok, gak sok jadi pahlawan”, kata temanya.
“Ha? Diam saja kau” ku berikan senyum kepada mereka agar suasana mencair.
“Ha? Ha? Ha? Saja bisamu?!”, salah satu dari mereka mendekatiku dan memukul tepat diwajaku. Aku hanya diam tanpa membalas.
“Sudah? Puaskah kalian dengan melakukan hal yang sama sekali tidak bermanfaat seperti ini?”. Kataku dan mereka semua pun terdiam. “Tidakkah kalian tahu ini hari apa? Tepat hari ini semua pemuda Indonesia menyampaikan ikrarnya yang dinamakan Sumpah Pemuda. Mengapa kalian malah tawuran? Menyerang anak sekolah lain. Atau karna kalian berpikir ikrar itu hanya untuk para pemuda di jaman itu saja?”.
“Dasar Banyak omong!” mereka mulai marah dan menyerang kami berdua.
Aku tetap ada di depan dan berhasil menghindari beberapa pukulan mereka tanpa membalas karena aku tidak ingin mencoreng nama baik sekolahku. Dan tiba-tiba ada suara sirene polisi.
“Berhenti kalian semua”, terdengar suara lantang dibalik sirene tersebut.
Mereka berlima pun kaget dan segera lari menjauh dari kami agar tidak tertangkap polisi. Seseorang menghampiri ke arah kami berdua, dengan membawa sebuah alat pengeras suara yang akrab disebut TOA.
“Kau datang lama sekali”, kataku pada orang itu.
“Maaf, maaf tadi aku malas lari jadi telat sampai sini, hehe”, Dennis tersenyum tanpa memiliki rasa bersalah.

No comments:

Post a Comment